Silaturrahmi Senja Sang Wali

Pada suatu hari beberapa santri termasuk saya mendengar bahwa akan ada seseorang dari blitar yang terkenal di kalangan masyarakat khususnya santri bahwa beliau merupakan salah satu wali (kekasih) Allah yang mau berkunjung ke pondok pesantren Ngalah untuk silaturrohmi kepada sang Guru,

Wajah kusam nan terangnya bulan Purnama menghiasi obrolan beberapa santri Gubuk, di Pesantren Ngalah, perihal kesediaan kayu bakar yang kian menipis, ditengah keinginan seduh kopi sekaligus melahap singkong hangat. โ€œmana kopi sama singkongnya cak?โ€, seloroh Cak Dayat pada Rifaโ€™i, yang memang sudah mencari siasat biar cepat menyajikan menu khas malam.

beberapa hari kemudian sekitar pukul 16.30 sore hari seorang yang cukup tua, dan waktu itu umur beliau sekitar 70 an, saya lupa tepatnya hari apa dan tanggal berapa serta bulan dan taun berapa si tamu itu dating ke pondok yang saya ingat waktu itu pas hari kelahiran anaknya bapak Qusairi yang pertama beliau datang betul ke pondok ngalah dan langsung ke ndalem untuk bertemu sang guru, karena kabar kedatangan beliau sudah ada informasi sebelumnya sang guru pun sudah menanti di teras ndalem, dengan ramah dan penuh penghormatan sang guru menerima kedatangan beliau, assalamuโ€™alaikum kata si tamu tersebut, lalu sang guru menjawab waโ€™alaikum salam, selanjutnya dipersilahkanlah tamu tadi oleh sang guru ke ruang tamu,

kebetulan saya berkesempatan ikut mendampingi beliau dan melayani sang guru untuk menyiapkan jamuan bagi sang tamu tersebut, setelah itu terjadi perbincangan di antara si tamu dan sang guru senda gurau terjadi saling tertawa lepas antara keduanya, tiba di sela sela perbincangan si tamu tersebut seolah olah mengajukan pertanyaan kepada sang Guru, yai kulo wau mriki niku kok ketingal alam niki warna warni niku nopo yai, lalu sang guru tidak lantas menjawab namun sang guru tertawa ringan seakan-akan sang guru tidak perlu menjawab dengan jelas karena pertanyaannya sangat mudah untuk di tebak atau di jawab oleh beliau, โ€œsaya yang waktu itu ikut berada di dalam sempat bingung dan membatin iki pertanyaan opo yoโ€, lalu tiba-tiba si tamu itu meminta maaf kepada sang guru, ngapunten yai ngapuntenโ€ saya semakin bingun waktu itu mendengar dan melihat percakapan beliau โ€“ beliau kok aneh,

tidak lama kemudian si tamu tersebut berpamitan untuk pulang dan kebetulan di depan sudah ada mobil yang sudah stanby untuk menghantarkan beliau, si tamu berpamitan untuk ke rumah pak dul karim purwo, saat itu sang guru tiba-tiba menyuruh saya untuk mendampingin dan ikut menghantarkan si tamu ke rumahnya bapak abdul karim purwo, lalu saya di suruh untuk duduk di depan sebagai penunjuk jalan sedangkan si tamu duduk di bangku tengah setelah saya masuk mobil dan duduk tidak lamu setelah tamu bersalaman dengan sang guru beliau masuk mobil,

 mobil jalan sekitar dapat 10 meter saya sangat kaget sekali karena tiba-tiba si tamu tamu berdiri memukul pundak saya dengan sekeras-kerasnya sampai tiga kali lalu berkata โ€œkoen modok kene seng temen leโ€ (kamu mondok disini yang serius nak) saya spontan menjawab โ€œwonten nopo mbahโ€ lalu beliau menjawab โ€œulama sak jowo wes tak jajaki kabeh le, ilmune sak nisore dengkulku kabeh mung kyaimu tok aku seng gak jajakโ€ (ulama se jawa sudah pernah saya hampiri semua, ilmunya tidak ada apa apanya cuma kyaimu saja yang saya angkat tangan), saya terdiam dan gak berani berkata apa-apa karena saya mengakui dan menyadari betul bahwa saya memang tidak begitu serius belajar dan sering melanggar aturan-aturan pondok,

 lalu beliau melanjutkan wejangannya kepada saya, dan berkata โ€œulama seng sak tingkatan koyok kyaimu iki ono mung telu, siji kyai mu loro mbah mad watu congol seng telu wedok jenenge nyai pilipin seng duwe kereto kenconoโ€ (ulama yang satu tingkatan seperti kyai mu cuma ada tiga, pertama kyai mu, yang kedua Mbah Mad Watu congol dan yang ketiga seorang wanita bernama Nyai Pilipin yang punya kereta kencana), saya hanya terdiam mendengarkannya dan juga tidak tau waktu itu siapa mbah Mad Watu Congol dan siapa Mbah Nyai Pilipin itu dan juga gak pernah ketemu.

Melanjutkan ceritanya si tamu yang masyhur di panggil Mbah Muthowil itu beliau mengatakan โ€œnyai pilipin iku masio seng duwe kereto kencono tapi iso gawe utowo nek kate gawe kudu izin nang kyaimuโ€ (Nyai Pilipin itu meskipun dia yang punya kereta kencana namun ketika mau menggunakan harus dapat atau minta izin dulu kepada Kyaimu),

waktu hampir maghrib tibalah kami semua ke rumahnya Bapak abdul karim Purwo, setelah turun dan saya menghantarkan masuk ke rumah bapak abdul karim purwo tidak lama kemudian Adzan maghrib berkumandang dan kita semua bergegas gantian untuk sholat maghrib di mushollah terdekat, sehabis sholat maghrib saya di suruh untuk kembali ke Pondok sama mbah Mbah Muthowil dan nanti minta di damping oleh Bapak abdul karim untuk menjenguk putranya bapak Qusairi di Puskesmas Purwosari,

setiba saya di Pondok ada salah satu santri menemui saya dan mengatakan โ€œcak di timbale Yaiโ€ (Cak sampean di panggil Yai), bergegaslah saya memenuhi panggilan sang Guru, setiba di Ndalem seperti biasanya sang Guru menyuruh duduk dan memberikan kue untuk di makan sambil di ajak bercengkrama, di tengah-tengah perbincangan sang guru tanya โ€œYo opo yad mbah Thowil maengโ€ (Gimana Yad Mbah Thowil tadi) saya jawab โ€œnggeh sampun wonten ndalemipun cak dul karim yaiโ€ (ya sudah di rumahnya cak Dul Karim) dan saya menceritakan pengalaman saya pada waktu menghantar mbah Thowil tadi, kalau saya di pukul dan di nasehati begini begini sama mbah Thowil

lantas sang guru mengatakan โ€œMbah Thowil mrene maeng asline kate ngetes aku, mung pertanyaane arek TK di kekno arek SMP yo tak guyuโ€ mbah Thowil kesini tadi sesungguhnya mau menguji aku, Cuma pertanyaane anak kelas TK di kasihkan anak SMP ya tak jawab dengan tertawa) lalu beliau melanjutkan ceritanya โ€œasline podo podo wong kelase (waskito) ngene iki yo ono tes tesane, aq biyen yo tau di tes yai nur salim, yo tau di tes mbah sahri lan liya liyane, (sebenarnya sesama orang yang waskito itu juga saling menguji, aku dulu juga pernah di uji sama Yai Nur Salim, juga pernah di uji sama Mbah Sahri dan lain sebagainya).

 

Demikian sekelumit cerita pengalaman pribadi saya saat pernah mendamping sang Guru bertemu dengan salah satu tamu beliau, mudah-mudahan dapat menambah keyakinan kita sebagai santri beliau bahwa Guru kita bukan kyai atau ulama sembarangan beliau seorang yang waskito.

Madep manteb nang Guru kunci suksese lan selamete santri

Cerita nyata dari pelaku sejarah sendiri,, Cak Dayat Bule

Search

About

SMK Darut Taqwa Purwosari

SMK Pusat Keunggulan Berbasis Pesantren dan School Religious Culture

Gallery